Saya meyakini bahwa merawat sebuah kebajikan bisa dengan apa saja. Bisa dengan perbuatan baik yang kita lakukan kepada orang lain, seperti halnya memberi bantuan tanpa pamrih sehingga sesuatu yang kita lakukan akan selalu dikenang. Kendatipun sebenarnya kita tidak membutuhkan imbalan sekalipun sedikit terhadap bantuan yang kita berikan kepada orang lain. Sangat sering terdengar di telinga, kecil yang kita lakukan kepada orang lain namun besar manfaat bagi orang tersebut.
Merawat kebajikan agar tetap abadi--salah satunya--bisa dilakukan dengan menulis catatan-catatan memori, artikel, essay, atau bahkan tulisan ringan yang menceritakan segala penak-pernik selama kehidupan berjalan. Seperti yang dituliskan di dalam sebuah buku yang berjudul Dr. Fathul Mujib, M. Ag dalam Kenangan. Buku yang saya anggap sebagai buku yang cukup tebal. Hampir mencapai 400 halaman.
Selain tebal, buku ini merupakan buku yang super cepat dalam penggarapannya. Dengan waktu yang singkat buku ini mampu kami selesaikan, sebab buku ini ketika sudah selesai akan kami serahkan kepada keluarga (Alm) Pak Mujib dalam peringatan 40 hari wafatnya beliau. Jadi dengan berbagai ragam strategi, akhirnya buku ini mampu terselesaikan.
Saya masih ingat betul, bagaimana awal penggarapan buku ini. Dr. Ngainun Naim, M.HI. mengirimkan pesan whatsapp ke saya, isinya tentang ketentuan penulisan buku kenangan tentang Pak Mujib. Pak Naim bertanya "siap?", tanpa ba bi bu dan berpikir panjang langsung saya menyatakan "siap".
Memang suatu tempo beberapa hari yang lalu sebelum Pak Naim mengirimkan pesan whatsapp ke saya, dalam benak saya berpikir bagaimana sekiranya jika menulis buku tentang kebajikan-kebajikan yang pernah dilakukan oleh Almarhum? Ternyata gayungpun bersambut.
Instruksi selanjutnya dari Pak Naim untuk segera membagikan tentang ajakan menulis ke beberapa group whatsapp. Dan sambutan positif hadir dari beberapa kalangan, tidak hanya dari keluarga besar IAIN Tulungagung, akan tetapi dari luar IAIN Tulungagung banyak yang bergabung di dalam group whatsapp.
Saya optimis ini akan melahirkan suatu tradisi baru. Tradisi yang menceritakan kebaikan orang lain yang telah tiada tidak hanya dengan budaya tutur lisan, akan tetapi lebih mengabadi lagi yaitu dengan literatur tulisan.
Disadari apa tidak, sebuah tulisan akan lebih mengabadi dan akan banyak diwarisi oleh para pembaca. Sehingga pada kondisi semacam ini, segala hal yang ditinggalkan oleh orang yang wafat, aspek keteladanan dan pemikirannya akan menjadi pembelajaran bagi generasi berikutnya.
Akan berbeda ceritanya jika hal tersebut tidak dituliskan, cerita tutur lambat laun akan hilang di tengah zaman yang akan terus berubah. Menyitir kalimat PAT (Pramoedya Ananta Toer), dia mengatakan, "Orang boleh pandai setinggi langit, akan tetapi selama dia tidak menulis, maka dia akan hilang dalam pusaran sejarah".
Pada titik itulah, saya kira perkataan Pram--sapaan akrab PAT--menemukan relevansinya. Jika dipandang secara arti luas, tidak hanya orang yang menulis yang akan abadi, lebih dari itu orang yang ditulis pun akan mengabadi dan dibaca secara terus menerus oleh zaman yang akan terus berkembang.
Buku dengan sampul dominasi warna biru, semakin memberikan pengakuan, bahwa sosok Almarhum selalu memberikan ketenangan kepada seluruh kolega. Tak pernah membebani, justru sebaliknya Almarhum sering meringankan beban koleganya. Sebanyak 53 penulis dari berbagai kalangan buku ini berhasil diwujudkan.
Awalnya saya sedikit kesulitan untuk mengklasifikasikan menjadi beberapa bab. Sebab penulis dan temanya muncul dengan berbagai warna, dan ini menurut saya wajar, inilah sebuah dinamika ketika dalam menulis buku antologi yang memang hadir dari beberapa persfektif latar belakang, dan untuk menentukan bab tidak bisa dengan waktu yang sangat singkat.
Akhirnya saya membaginya menjadi 6 bab yaitu; pertama, Figur dan Sosok Dr. Fathul Mujib, M.Ag. Kedua, Dr. Fathul Mujib, M.Ag: Keteladanan dan Motivator. Ketiga, Kenangan Hidup Para Sahabat Dr. Fathul Mujib, M.Ag. Keempat, Obituari para Kolega. Kelima, Dr. Fathul Mujib, M.Ag: Pengayom dan Motivator. Dan yang keenam, Seorang Akademisi dan Juga Santri.
Sungguh, saya secara pribadi merasa bersyukur mampu memberikan sumbangsih meski ukurannya sederhana. Namun harapan saya semoga sumbangsih sederhana yang diwujudkan dalam kerangka mengenang jasa-jasa Almarhum menjadi amal jariyah dan keluarga berkenan menerima buku yang kami tulis.
Dan semua kawan-kawan yang ikut berkontribusi, semoga kebaikan kawan-kawan semua mampu menjadikan sebuah pelipur lara dan mengobati duka mendalam bagi keluarga. Sehingga keluarga yang ditinggalkan mengikhlaskan kepergian Almarhum, dan menjadi memori yang akan tetap dikenang bahwa pernah ada putra terbaik bangsa yang hadir di kehidupan kita ini, yaitu sosok luar biasa Dr. Fathul Mujib.
Kami menyadari bahwa buku ini secara teknis masih ada kekurangan dari beberapa aspek, dan kami akan memperbaiki dan InsyaAllah akan mencetak yang kedua kalinya, karena ada beberapa sahabat dari Almarhum memesan buku ini. Memang untuk cetakan tahap pertama kami hanya mencetak terbatas. Dan saya sangat berterima kasih kepada senior saya Mas Arif Riza Azizi yang saya berikan pressure terus-menerus supaya cover buku ini segera jadi.
Sekali lagi, saya berharap buku ini akan menjadi sebuah pembelajaran bagi kita bersama yang sekarang masih diberikan kesempatan untuk selalu berbuat kebajikan dan memperbaiki diri, lewat Almarhum kita seyogianya belajar dari kehidupannya.



6 Komentar
Mantap mas dosen...
BalasHapusSuwun Komendan
HapusKeren mas dosen
BalasHapusSuwun Kiai
HapusApresiasi untuk tim yang sudah berjibaku sehingga buku ini bisa tercetak sesuai rencana👍
BalasHapusMantab Pak Dosen
BalasHapus