Otak dan tubuh manusia memerlukan asupan energi. Selain
asupan energi yang didapatkan dari makanan 4 sehat 5 sempurna, otak dan tubuh
manusia juga memerlukan asupan yang berupa asupan nutrisi penyegar otak dan.
Agar otak tidak stres dan juga tubuh tidak tegang.
Keseimbangan inilah yang harus ada pada setiap otak dan tubuh
manusia. Salah satu diantaranya adalah dengan wisata religi (spiritual) dan
wisata edukasi, alam, dan juga kebuadayaan. Apalagi untuk pelajar yang tahapnya
adalah pada masa perkembangan mengejar ilmu pengetahuan. Ini sangat membantu
dalam berbagai prosesnya.
Kita mampu membandingkan, anak yang selama proses menempuh
pendidikannya dengan mengisi kegiatannya dengan berbagai macam jenis sumber dan
pengalaman empirisnya di lapangan, dengan anak yang hanya belajar di bangku
sekolah saja –pagi berangkat siang pulang, hanya itu saja yang dilakukan. Akan
tetapi anak yang mencari ilmu pengetahuan dengan pengalaman empirisnya di
lapangan mereka akan lebih produktif, mereka akan mudah menghasilkan karya.
Hal inilah yang juga diprogramkan oleh MTs Al-Ma’arif Pondok
Pesantren Panggung Tulungagung. Melalui program tahunan madrasah ini. memberikan edukasi melalui spiritualitas dan
juga edukasi melalui alam, dan peninggalan kebudayaan.
Madrasah sadar, bahwa pendidikan di sekolah bukan
satu-satunya bekal untuk untuk terjun ke masyarakat setelah nanti menyelesaikan
studinya. Salah satu alternatif yang perlu dipahami adalah mencari wawasan dan
terjun langsung ke tengah aktivitas masyarakat yang mempunyai korelasi dengan
ilmu yang sedang dipelajari siswa bersangkutan.
Bertepatan pada hari Jum’at tanggal 27 Januari 2017, kami
meluncurkan dari bumi Tulungagung menuju Jawa Tengah. Kami berangkat dengan 4
armada bus. Terdiri dari 2 bus AAM dan 2 bus Pasific. Di tengah perjalanan
antara Tulungagung Jawa Tengah terjadi beberapa kemacetan kendaraan. Pasalnya malam
itu adalah malam hari raya imlek untuk keesokan harinya. Sehingga banyak dari
keluarga dan beberap komunitas melakukan perjalanan panjang untuk memanfaatkan
libur panjang ini.
Susana bus 2 saat perjalanan.
Tujuan kami yang pertama adalah Gunung Pring. Tempat ini
adalah tempat yang sering dikunjungi oleh rombongan-rombongan peziarah.
Terdapat ‘pesarean’ dari Raden Santri atau yang sering disebut dengan
sunan Gunung Pring, beliau adalah penyebar Islam di daerah Muntilan, Magelang,
Jawa Tengah.
Para Auliya' dan 'Ulama di Pemakanan Gunung Pring
Kegiatan kita di sana adalah membacakan Yasin dan Tahlil,
sembari mendo’akan dan mengirim hadiah surat Al-Fatihah kepada leluhur kita. Melalui
kegiatan ini ditanamkan rasa semangat keberagamaan dan rasa sipritualitas
kepada para siswa, sehingga mampu memupuk keimanan dan ketaqwaannya, akibatnya
nanti diharapkan akhlaqnya mampu terbangun dengan baik.
Suasana khidmat pembacaan Yasin dan Tahlil serta kirim do'a kepada leluhur di Gunung Pring
Setelah itu kami bertolak ke rumah makan Kampung Ulu untuk
giat pagi. Bersih diri dan makan pagi, supaya nanti ketika kami menuju objek
wisata, kami mampu menikmati dengan keadaan otak dan pikiran segar.
Selanjutnya kami meluncur ke objek peninggalan dari dinasty
Syailendra, yaitu candi Borobudur. Peninggalan kebudayaan hasil olah cipta,
rasa, dan karsa manusia. Kebudayan yang menjadi warisan dunia dan juga pernah
masuk tujuh keajabaian dunia ini terletak di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Akan
tetapi orang sering kali keliru mengira bahwa mereka mengatakan candi Borobudur
ini berada di Yogyakarta.
Menunggu pengarahan dari Tour Guide sebelum berkeliling menelusuri candi Borobudur
Di lokasi tersebut, para siswa mendapatkan tugas langsung
dari madrasah lewat panitia study tour. Tugas mereka mencari data-data
dan sumber-sumber autentik yang berkaitan dengan candi Borobudur. Mulai dari
ditemukannya, pemugaran, sampai keberadaannya sekarang ini. Antusias siswa
sangat posistif sekali, berkali-kali dari beberapa siswa mencoba mewawancarai
para turis asing. Walau dengan bekal bahasa inggris yang belum mahir sekalipun.
Keindahan panorama yang nampak rupawan di depan Candi Borobudur
Banyak turis asing yang berkunjung melihat keelokan dan
keindahan batu besar bersusun-susun itu. Mereka tidak hanya sekedar melihat,
akan tetapi mempelajari dan meneliti cerita panjang yang terukir sepanjang
bebatuan mengelilingi bangunan besar.
Indonesia memiliki peninggalan yang sangat berharga dan penting untuk dijaga
Setelah dari lokasi candi Borobudur kami menuju rumah makan
Paradise. Rumah makan yang berlokasi di daerah kabupaten Sleman Yogyakarta ini
menyuguhkan makanan siang yang khas. Selain makan siang, di sana kami juga melakukan
ibadah sholat.
Kemudian kami berlanjut menuju Bantul, wilayah selatan dari
kota Yogyakarta. Lokasi yang kami tuju adalah pantai Parangtritis yang sering
dikenal dengan PARIS. Konon di sanalah ratu kidul (Nyi Roro Kidul) sang penguasa
pantai selatan bersinggasana.
Parangtritis menyimpan sejuta inspirasi
Di pantai ini kami disuguhkan dengan panorama pantai putih
yang bersih dan melingkari bibir pantai. Ditambah dengan pegunungan dan suasana
sore hari yang menunjukan matahari akan terbenam atau ‘Sun Set’. Menambah
panorama yang kian mengguncang kerenyuhan jiwa.
Bersama-sama menjalin keakraban di depan Parangtritis
Petang menjelang kami melanjutkan perjalan di rumah makan
Numani. Setelah selesai makan malam perjalanan kami berlanjut ke Malioboro. Kota
dengan seribu pernak pernik kehidupan budaya dan pusat pendidikan mahasiswa.
Malioboro ini merupakan ikon tercantik dari kota Jogjakarta. Susana semakin
malam semakin ramai. Kendati demikian masihlah terkondisikan. Karena semua
menyadari, yang ada di sana adalah milik bersama yang harus dijaga pelestarian
dan keindahannya.
Kami menyaksikan beberapa kekreatifan mahasiswa. Dari mereka
yang menjual jasa gambar sketsa wajah, pertunjukan pakaian kostum menyerupai
kartun Hulk, dan tidak ketinggalan yang memakai kostum ala-ala prajurit kerajaan
kraton Ngayogjokarto Hadiningrat, serasa susasan seperti di dalam kraton. Inilah
kekayaan Malioboro yang menawarkan sejuta pesona kekayaan peradaban dan
warna-warni elok taman cahaya. Tak afdhol rasanya jika pergi ke Jogjakarta
tidak mampir ke Malioboro. Bahkan orang sering mengatakan kalau pergi ke
Jogjakarta tak mampir ke Malioboro jangan bilang engkau pernah singgah ke
Jogjakarta. Jogjakarta tanpa Malioboro bagaikan Paris tan Eifel, Jakarta tanpa
Monas, Arab tanpa Ka’bah, ataupun Roma tanpa Colloseum.
Saya sendiri apabila di Malioboro leih sering duduk-duduk di
sepanjang jalan prtokolnya. Di sana banyak penjual berbagai macam barang yang
bisa di bawa oleh-oleh untuk keluarga di rumah. Pedagang kuliner juga tak
ketinggalan, yang jadi favorit saya adalah sate ayam, bisanya saya nikmati
dengan segelas kopi di depan Benteng ‘Vedrenberg’ yang menyimpan berjuta
sejarah dan kenangan perjuangan bangsa dan cinta.
Menikmati kuliner dan kopi di depan benteng Vedenbreg
Demikian perjalan edukasi kita, wisata religi, alam, dan kebudayaan. Semoga membuka wawasan bagi siswa-siswa dan juga pengalaman hidup empirisnya. Sehingga pada akhirnya bisa di implementasikan dalam hidup bermasyarakat.
Tak lupa kami ucapkan kepada panitia yang sudah
berlelah-lelah mempersiapkan perjalanan ini dengan sepenuh hat dan jiwa. Risma
Jasa beserta Crew pimpinan bapak Gawing (Saipul Jamil) yang setia mendampingi dari
keberangkatan sampai pulang. Semoga perjalanan ini membawa keberkahan dan
semakin mempererat tali silaturrahim dari pihak terkait. (B. Fah).




0 Komentar