Salah satu penebar ketentraman dalam bersosial adalah menjalin ukhuwah antar sesama. Semua orang tahu bahwa manusia selain makhluq individu juga sebagai makhluq social.
Dalam tatarannya sebagai makhluq social diaturlah bagaimana etika bersosialisasi, sehingga dalam interaksi manusia dengan saudaranya terjadi adanya saling menghargai antara entitas yang satu dengan entitas yang lainnya.
Salah satu etika adalah penggunaan salam. Dalam setiap komunitas atau organisasi, setiap ada pertemuan atau tegur sapa pasti mempunyai salam dengan symbol dan ciri khasnya masing-masing, entah bagaimana yang pasti itu semua merujuk pada perdamaian dan upaya saling menghargai antar sesama.
Setiap agama yang ada di bumi, baik itu Islam, Budha, Hindu, Kristen, dan juga Kong Hu Chu dalam mengatur umatnya yang sedemikian banyaknya juga menciptakan salam. Tujuannya tidak lain adalah menjaga etika dan saling mendo’akan antar sesama.
Muslim misalnya mereka menggunakan salam “Assalaamu ‘Alaikum Warahamatullaahi Wabarakaatuh”, Hindhu yang didalam masyarakat diidentikan dengan masyarakat Bali mengucap “Om Swastyastu”, Budha yang pada masyarakat jawa mempunyai peradabaan terbesar berupa Candi Borobudhur menggunakan “Nammo Budhaya”, dan juga tidak ketinggalan masyarakat Tiong Hoa mereka menyampaikan dengan kalimat “Wie De Dong Tian”, pada dasarnya kalimat itu semua mempunyai tujuan dan esensi yang sama, yaitu menebar kedamaian demi tercapainya masyarakat hidup rukun dan berdampingan dengan berbagai perbedaan.
Dalam agama Islam, sholat yang merupakan rukun Islam kedua, didalamnya mengajarkan betapa pentingnya salam. Sehingga di dalam Tahiyyat kita menemukan sejumlah kata salam. KH. Miftah Faridl di dalam buku yang berjudul Lentera Ukhuwah (2014:58) menyebutkan, salam dalam Tahiyyat terdiri dari:
1. Attahiyyaat al-mubaarakaat al-shalawaatu lillaah
2. Assaalamu ‘alaika ayyuhaa al-nabiyyu wa rahmatullah
3. Assalaam ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillahi al-shaalihiin
4. Asyhadu anlaa ilaaha illaallaah wa asyhadu annaa muhammadan
rasulullaah. Allahumma shalli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali washahbihi wa sallam.
Di sini salam mempunyai makna penghormatan dan permohonan yang diberikan kepada dan oleh pertama (1) Allah, kemudian yang kedua (2) diberikan kepada Nabi, ketiga (3) disematkan kepada hamba-hamba yang sholeh, ke empat (4) kepada Rasulullah dan para sahabatnya.
Memang secara indrawi atau kasat mata mereka tidak hadir, akan tetapi secara spiritual hadir, sehingga makna ucapan salam tidak sekedar memberikan do’a keselamatan untuk mereka, tetapi juga hubungan kontak bathin yang terjalin secara intim dengan keempat ruhiyyah di atas. Dengan demikian kita melakukan interaksi dengan mereka dan mendapatkan balasan salam darinya dengan lebih besar, bukankah dalam ajaran Islam diajarkan menjawab salam itu sesuatu yang wajib, sudah barang tentu Allah, Nabi, hamba-hamba yang sholeh, serta Rasul dan para sahabatnya menjawab salam kita sekaligus mendo’akan kita.
Salam penutup di dalam sholat memiliki makna dan esensi yang tidak kalah pentingnya, manakala kita mengucap salam, kita masih dalam keadaan sholat, setelah kita menengok ke kanan dan ke kiri berarti kita sudah berhubungan dengan dunia nyata, dunia yang hadir dalam kehidupan kita, secara kasat mata dan indrawi kita sudah mampu melihat, meraba, dan merasakan. Secara teologis ketika kita mengucap salam, seperti kita berjanji di hadapan Allah, “aku akan memberi keselamatan kepada orang-orang nyata ini.”
Maka dari itu dapat di tarik benang merah, setelah kita melakukan sholat kita mempunyai kewajiban untuk memberikan keselamatan, berkah, dan rahmat bagi saudara yang lain. Tentu saja tidak hanya dengan ucapan, tetapi juga perkataan dan perbuatan. Sesuai dengan makna iman secara istilah, mengucapkan dan mengikrarkan, menegaskan dalam hati, dan melakukan (ucapan serta penegasan hati tersebut) di dalam tindakan nyata. Jika ini dilakukan, tentu saja kita jadi menemukan makna inna shalaataa tanhaa ‘ani al-fahsyaa’i wa al-munkar.
Inilah makna, hirarki, hakikat, esensi, dan pusparagam salam. Semoga kita bisa menebarkan salam untuk tujuan perdamaian.

0 Komentar