Komunitas menulis, sekarang ini
sudah sangat banyak sekali. berbagai kalangan bahkan mempunyai group
kepenulisan sesuai dengan profesinya masing-masing, sebut saja FLP (Forum
Lingkar Pena), Gurusiana, Dosen Menulis dan lain sebagainya. Saya sendiri ada
beberapa group kepenulisan yang saya ikuti.
Salah satunya adalah Sahabat Pena
Kita (SPK) Tulungagung yang pada hari Selasa, 28 Juli 2020 melaksanakan Webinar
perdananya. Memang saat ini webinar melalui aplikasi semacam WA, Zoom,
Google Meet marak digelar, baik dari segala kecil maupun segala yang luas.
Webinar yang digelar oleh
SPK Tulungagung ini bertajuk “Diskusi & Launching SPK Tulungagung”
dengan mengambil tema “Membangun Tradisi Menulis”. Acara digelar dengan diikuti
para peserta yang sangat antusias, bahkan pesertanya tidak hanya dari anggota
SPK Tulungagung, tercatat ada peserta dari IAIN Ternate dan juga dari NTT. Hal ini
menjadi salah satu bukti, bahwa literasi dalam tataran ini diakui atau tidak,
memliki peranan yang sangat penting, baik dalam tataran teoritis dan tataran
praktis.
Hadir dalam kegiatan ini adalah Bapak Dr. Ngainun Naim, M.HI. pendiri dan pengembang SPK Tulungagung, Bapak Dr. M. Arfan Mua’ammar, M.Pd. yang merupakan Ketua umum SPK Pusat yang diamanahi untuk menahkodai SPK Pusat dua periode, dan begawan literasi dari Surabaya yang juga merupakan dosen UNESA, yaitu Bapak M. Khoiri yang kondang dipanggil dengan Bapak Emcho, beliau ikut memeriahkan kegiatan pada kesempatan ini.
Bapak Ngainun Naim menyampaikan
dalam pengantarnya bahwa embrio dari SPK Tulungagung ini adalah dari group Whatsapp
komunitas literasi, yaitu group mahasiswa Pasca Sarjana IAIN Tulungagung
yang diberikan pelatihan menulis oleh beliau, dalam perkembangannya terjadi
dinamika dan pasang surut, kemudian atas inisiatif beliau maka group ini
menjadi SPK Tulungagung. Harapannya adalah anggota-anggotanya menjadi lebih
konsisten lagi dalam berkarya, kemudian para pegiat literasi ini mempuyai
sebuah wadah yang jelas sehingga ke depannya mampu dikembangkan dengan
sistematis dan terstruktur.
Group SPK Tulungagung ini
mempunyai aturan bahwa setiap anggotanya diwajibkan memilik blog pribadi,
yang kemudian diisi dengan tulisannya. Setiap minggu sekali setiap anggotanya
harus memposting tulisannya di blog kemudian dibagikan di WAG SPK
Tulungagung. Ini adalah satu upaya penting menumbuhkembangkan budaya literasi
supaya semakin berkembang.
Bapak Arfan Mu’ammar menyampaikan
materinya dengan singkat, padat, dan jelas. Sesuai dengan karakter Bapak Arfan
yang kalem. Terlihat Bapak Arfan memang sudah banyak makan asam garam di dunia
literasi, sebagai Ketua SPK Pusat, beliau menyampaikan bahwa perkembangan SPK
Tulungagung ini sudah sangat masif sekali jika dibandingkan dengan SPK di
daerah yang lain. Lompatan ini salah satu yang menandainya adalah kegiatan Webinar
kali ini. Baru SPK Tulungagung yang mengadakan, SPK lain belum ada, semoga
SPK lain segera menyusul. Aamiin.
sebagian materi webinar (dok.pribadi)
Tradisi menulis adalah kulminasi
dari aktivitas literasi, begitu Bapak Arfan mengawali dalam penyampaian
materinya. Ada empat unsur penting untuk mencapai titik kulminasi literasi. Pertama,
kesadaran. Kesadaran menjadi penanda pertama kali untuk mencapai titik
kulminasi dalam menulis. Jika kesadaran betapa pentingnya menulis tidak muncul
dari sanubari bagi seorang yang ingin menulis, mustahil tulisan-tulisan yang
diharapkan akan muncul dari seseorang. Kedua kebiasaan. Apa pentingnya
kebiasaan dalam dunia menulis? Ya jawabannya sangat penting sekali, andaikata
seseorang yang ingin menghasilkan tulisan yang bagus tidak mempunyai kebiasaan
untuk menulis, di mana tulisannya akan dihasilkan, menulis itu bukan sebuah
kecerdasan, akan tetapi menulis itu adalah sebuah ketrampilan yang diperoleh dari
latihan secara serius, ini poin pentingnya dari sebuah kebiasan menulis. Bahkan
Filsuf Yunani—Aristoteles—menyatakan “Diri kita dibentuk dari apa yang kita
lakukan berulang kali; sedangkan kesuksesan bukan merupakan usaha dan tindakan
melainkan akibat dari suatu kebiasaan.”
Ketiga kepedulian, seorang
yang mempuyai rasa peduli terhadap budaya literasi—menulis—akan mengupayakan
dengan totalitas bagaimana konsistensi dalam menulis mampu diciptakan, jika
belum mencapai titik kepedulian, maka akan diupayakan secara lebih jauh lagi,
akan tetapi tidak berhenti sampai di situ, jika sudah konsisten maka inilah
yang harus dijaga agar konsistensi ini mampu dilaksanakn secara istikamah.
Keempat tradisi. Tradisi ini
menjadi bagian tak terpisahkan dari empat unsur dalam mencapai titik kulminasi
dalam dunia literasi. Aspek inilah yang menjadikan orang-orang menjadi dan
mempunyai nama besar di jagad keilmuan. Bagaimana mungkin Imam al-Ghozali tetap
dikenang namanya sampai sekarang dengan karya-karya monumentalnya jika tidak
memiliki tradisi—menulis—pada waktu itu? Apa lagi dengan magnum opusnya Ihya’Ulumuddin
yang masih dikaji sampai sekarang. Kemudian al-Kwarizmi, al-Kindi, Ibnu Rusy. Di
kalangan barat dikenal dengan adanya Arsitoteles yang di depan sudah saya
sebuatkan, Plato, Thales, dan di Indonesia sendiri ada Abah Quraisy Shihab. Salah
satu kuncinya adalah tradisi, tradisi membaca dan menulis yang tidak lepas dari
para punggawa ilmuan dunia tersebut.
Bapak Arfan kemudian lanjut
menjelaskan, jika sebagai pemula kemudian tulisan kita jelek dan tidak percaya
diri bagaimana? Ingat JK Rowling yang gegara novelnya Harry Potternya dia
menjadi dikenal dunia? Dia awalnya juga seperti itu, tulisannya sangat
amburadul, akan tetapi dengan konsistensi dan tradisi menulis yang tidak surut,
tanpa diminta dunia mengakui kepiawaiannya di dalam dunia novel.
Bagi penulis pemula yang biasanya
sering mendapatkan ide, tapi sering hilang, Bapak Khoiri—Emcho—membagikan trik yang dibilang sangat jitu,
yaitu dengan membuat folder-folder di dalam komputer yang bertuliskan ide-ide
yang didapatkan. Betul, sementara minimal diikat judulnya, kemudian jika sudah
ada waktu khusus untuk menyelesaikan barulah dieksekusi. Jika ketemu di jalan
idenya, bisa disimpan dengan mencatatkan di hand phone ataupun membawa
kertas kecil untuk note, dan masih banyak cara-cara kreatif semacam ini, yang
bisa dilakukan.
Webinar ini menjadi suntikan
energi bagi saya di tengah oase kekeringan semangat dalam menulis, diakui atau
tidak semangat dalam menulis itu fluktuatif—naik turun—seperti kadar iman yang
biasa disebut yazid wa yanqus. Melalui cara semacam inilah konsistensi
menjadi sebuah aspek penting yang terus diteguhkan.
Tulungagung, 28 Juli 2020



8 Komentar
Super sekali pak
BalasHapusTerima kasih Bu Hajah
HapusMantap betul senior.
BalasHapusTerima kasih Mas...
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusNarasinya apik mas, bisa utk nambah inspirasi catatan saya utk webinar kemarin. Hehe
BalasHapussilakan Mas...
HapusSarat akan ilmu dan wawasan,. Ndan
BalasHapus