Dulu, guru saya ketika mengaji menganjurkan untuk membaca surat Ar-Rahman di setiap seminggu sekali paling tidak, paling baik di Jum'at pagi. Di samping surah Ar-Rahman juga dianjurkan pula membaca surat Yasiin, Al-Kahfi, Al-Waqiiah, dan Al-Mulk.

Entah apa manfaatnya dan kasiatnya, atau mungkin ada kekuatan magis, atau mungkin ada keajaiban setelah membaca surat tersebut. Saya tidak menghiraukannya, saya yakin saja, bahwa membaca kalam-kalam Illahi merupakan suatu amal yang terpuji. Tidak ada kerugian membacanya.



Lambat laun, menginjak dewasa, saya merasa perlu merenungi dan memahami isi kandungan Surat Ar-Rahman. Sering muncul di dinding FB dan media sosial lain, tentang status teman yang menukil satu ayat dari surat ini.

Ya, "Fabiayyi 'aalaa'i rabbikumaa tukadzibaan" yang artinya, Nikmat Tuhan mana yang engkau dustakan?!

Ayat tersebut di atas dalam surah ke 55 urutan Mushaf Ustmani dan tergolong surat Madaniyah yang berisikan 78 ayat, diulang banyak sekali, berapa persisnya, kita bisa menghitung sembari membacanya.

Tentunya ada makna yang luar biasa di balik ayat itu. Surat Ar-Rahman mempunyai Uslub atau gaya bahasa tingkat atas bagi saya, juga pemakaian kalimat berulang-ulangnya ketika membaca menjadikan keindahan yang mampu menyeruak sejuk ke dalam qolbu pembaca.

Apabila membaca makna ayat demi ayat, kita akan mampu menemukan, bahwa Allah menguraikan beberapa nikmat yang diberikan kepada kita, kemudian Allah bertanya, "Nikmat mana yang kau dustakan?!

Penting diperhatikan bahwa Allah menggunakan kata 'dusta'; bukan kata 'ingkari', 'tolak', 'bohong', dan lain sebagainya. Pada titik ini Allah menunjukkan bahwa nikmat yang Allah berikan kepada manusia itu tidak bisa diingkari keberadaanya. Yang bisa adalah didustakan. Dusta berarti menyembunyikan kebenaran.

Manusia sebenarnya mengetahui, bahwa mereka telah diberikan nikmat oleh Allah, dengan berbagai macam dan jenisnya. Akan tetapi, mereka mendustakannya, mereka menyembunyikannya.

Memang kodrat manusia adalah sering lupa, manusia tempatnya salah dan lupa. Kita mungkin sering lupa, bahwa segala yang kita raih kita anggap sebagai usaha kita sendiri, harta yang diperoleh kita anggap sebagai hasil kerja keras kita sendiri, gelar pendidikan yang diperoleh kita anggap sebagai hasil belajar yang tiada henti-hentinya dan kecerdasan otak kita.

Ringkasnya, semua limpahan nikmat yang diperoleh kita anggap sebagai hasil usaha kita sendiri. Tanpa sadar kita melupakan peran serta Allah, kita mengenyampingkan eksistensi Allah di semua keberhasilan kita. Inilah yang disebut dengan mendustakan nikmat yang semuanya datang dari Allah.

Yang perlu diingat adalah, semua yang kita peroleh hari ini akan ditanya oleh Allah nanti di hari kiamat! Persis terdapat dalam surah At-Takatsur, "Sungguh, kau pasti akan ditanya pada hari itu akan nikmat yang kau peroleh saat ini".