Hidup manusia sering disibukkan dengan berbagai ragam kesibukan duniawi, perkara ini saya kira sah-sah saja. Semua aktivitas keseharian dunia, memang sangat menguras tenaga sekaligus mampu mengalihkan perhatian kita terhadap aktivitas ukhrawi.

Setiap hari, semua orang yang hidup pasti beraktivitas, hal ini dilakukan sebab semua orang memerlukan apa yang namanya sebuah kebutuhan. Aktivitas merupakan manifestasi dari bekerja, sehingga dari bekerja manusia mampu memenuhi kebutuhannya secara jasmani, mampu membeli asupan gizi untuk tubuh, membeli kebutuhan SPP—Sandang, Pangan dan Papan—dan mampu menyisihkan rezekinya dari bekerja untuk digunakan sekadar merefresh otak, seperti berwisata atau yang lain hal.

Aktivitas yang sangat padat, mampu membuat kita lupa akan aspek penting lain yang harus kita penuhi. Yaitu jiwa kita, Jalaluddin Rumi menyitir sebuah pernyataan, “Ada lilin di dalam hati Anda, siap untuk dinyalakan. Ada kekosongan dalam jiwa Anda, siap untuk diisi.” Penyataan Jalaluddin Rumi tadi membuat saya tercengang, mungkin bagi sebagian orang pernyataan ini sangat sederhana.

Akan tetapi, jika pernyataan JR (Jalaluddin Rumi) kita hayati dan renungi secara lebih dalam, akan membuat kita sadar, bahwa ternyata hati kita selama ini masih mati, maka JR mengatakan ada sebuah lilin yang siap dinyalakan. Berarti ada sebuah harapan besar agar hati kita ini mampu untuk disinari. Dan yang tidak kalah penting dari itu adalah Jiwa yang perlu diisi dengan sesuatu yang memang dibutuhkan oleh jiwa.

Kebutuhan jiwa ini saya kira penting, sebab hal ini adalah dimensi spiritual dari seseorang. Jiwa manusia juga perlu asupan gizi yang berkualitas, seperti halnya tubuh manusia, jika tubuh dan jiwa mendapatkan gizi yang seimbang. Maka kesehatan antara keduanya akan mampu membawa kita ke arah manusia yang lebih baik.


Mejadi Guru Super (Quanta: 2019)

Lantas, bagaimana cara kita mengisi kekosongan jiwa? Ada banyak hal yang bisa dilakukan. Seorang ulama’ terkemuda—Buya Hamka—mengatakan bahwa, “Al-Quran yang dibaca baik-baik adalah tanda jiwa yang kenyang akan makanan bergizi.” Pernyataan Buya Hamka tadi, saya kira memberikan sebuah solusi yang bisa diaplikasikan. Iya, saya kira membaca Al-Qur’an ini bisa memberikan asupan gizi pada jiwa, ini yang sering dilupakan.

Sering dari kita berniat setelah selesai sholat fardhu mengistikamahkan untuk membaca Al-Qur’an. Namun kita sering lupa, setelah sholat apa yang kita ambil bukan Al-Qur’an, yang kita ambil adalah Smart Phone. Meski tidak semua orang begitu, tetapi saya kira mayoritas orang inilah yang dilakukan, jika tidak percaya silakan dibuktikan sendiri.

Selain membaca Al-Qur’an saya kira yang menjadi penting menjadi asupan jiwa adalah membaca. Membaca bisa apa saja, tentu selain Al-Qur’an itu tadi. Misalnya, membaca buku, membaca majalah, membaca blog, membaca keadaan sekitar, dan membaca yang lain hal. Yang jelas jangan sampai membaca kejelekan orang saja, hal ini bisa memicu yang namanya ghibah.

Anda akan menemukan sebuah jiwa di dalam sebuah buku ketika membaca. Buku mempunyai sebuah jiwa penulis dan pembacanya jika dibaca dengan serius dengan menghayati kata demi kata. Hal ini sesuai dengan yang diutarakan oleh Cornelia Funke—penulis asal Jerman—yang telah dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia, dia mengatakan, “Setiap buku memiliki jiwa. Jiwa orang yang telah menulisnya serta jiwa mereka yang telah membaca dan menikmatinya dan memimpikannya.”

Dengan demikian, saya kira membaca adalah salah satu kunci penting untuk memenuhi kekosongan jiwa kita. Selain itu, membaca agar memberikan keseimbangan antara spiritual dan sosial kita. Sisi sosial kita isi dengan aktivitas sehari-hari dan spiritual kita isi dengan membaca. Sudahkah Anda membaca hari ini? ya minimal membaca tulisan ini.