Hidup manusia sering disibukkan dengan berbagai ragam kesibukan duniawi, perkara ini saya kira sah-sah saja. Semua aktivitas keseharian dunia, memang sangat menguras tenaga sekaligus mampu mengalihkan perhatian kita terhadap aktivitas ukhrawi.
Setiap hari, semua orang yang
hidup pasti beraktivitas, hal ini dilakukan sebab semua orang memerlukan apa
yang namanya sebuah kebutuhan. Aktivitas merupakan manifestasi dari bekerja,
sehingga dari bekerja manusia mampu memenuhi kebutuhannya secara jasmani, mampu
membeli asupan gizi untuk tubuh, membeli kebutuhan SPP—Sandang, Pangan dan
Papan—dan mampu menyisihkan rezekinya dari bekerja untuk digunakan sekadar
merefresh otak, seperti berwisata atau yang lain hal.
Aktivitas yang sangat padat,
mampu membuat kita lupa akan aspek penting lain yang harus kita penuhi. Yaitu jiwa
kita, Jalaluddin Rumi menyitir sebuah pernyataan, “Ada lilin di dalam hati
Anda, siap untuk dinyalakan. Ada kekosongan dalam jiwa Anda, siap untuk diisi.”
Penyataan Jalaluddin Rumi tadi membuat saya tercengang, mungkin bagi sebagian
orang pernyataan ini sangat sederhana.
Akan tetapi, jika pernyataan JR
(Jalaluddin Rumi) kita hayati dan renungi secara lebih dalam, akan membuat kita
sadar, bahwa ternyata hati kita selama ini masih mati, maka JR mengatakan ada
sebuah lilin yang siap dinyalakan. Berarti ada sebuah harapan besar agar hati
kita ini mampu untuk disinari. Dan yang tidak kalah penting dari itu adalah
Jiwa yang perlu diisi dengan sesuatu yang memang dibutuhkan oleh jiwa.
Kebutuhan jiwa ini saya kira penting, sebab hal ini adalah dimensi spiritual dari seseorang. Jiwa manusia juga perlu asupan gizi yang berkualitas, seperti halnya tubuh manusia, jika tubuh dan jiwa mendapatkan gizi yang seimbang. Maka kesehatan antara keduanya akan mampu membawa kita ke arah manusia yang lebih baik.
Sering dari kita berniat setelah
selesai sholat fardhu mengistikamahkan untuk membaca Al-Qur’an. Namun kita
sering lupa, setelah sholat apa yang kita ambil bukan Al-Qur’an, yang kita
ambil adalah Smart Phone. Meski tidak semua orang begitu, tetapi saya
kira mayoritas orang inilah yang dilakukan, jika tidak percaya silakan
dibuktikan sendiri.
Selain membaca Al-Qur’an saya
kira yang menjadi penting menjadi asupan jiwa adalah membaca. Membaca bisa apa
saja, tentu selain Al-Qur’an itu tadi. Misalnya, membaca buku, membaca majalah,
membaca blog, membaca keadaan sekitar, dan membaca yang lain hal. Yang jelas
jangan sampai membaca kejelekan orang saja, hal ini bisa memicu yang namanya ghibah.
Anda akan menemukan sebuah jiwa
di dalam sebuah buku ketika membaca. Buku mempunyai sebuah jiwa penulis dan
pembacanya jika dibaca dengan serius dengan menghayati kata demi kata. Hal ini
sesuai dengan yang diutarakan oleh Cornelia Funke—penulis asal Jerman—yang telah
dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia, dia mengatakan, “Setiap buku
memiliki jiwa. Jiwa orang yang telah menulisnya serta jiwa mereka yang telah
membaca dan menikmatinya dan memimpikannya.”
Dengan demikian, saya kira
membaca adalah salah satu kunci penting untuk memenuhi kekosongan jiwa kita. Selain
itu, membaca agar memberikan keseimbangan antara spiritual dan sosial kita. Sisi
sosial kita isi dengan aktivitas sehari-hari dan spiritual kita isi dengan
membaca. Sudahkah Anda membaca hari ini? ya minimal membaca tulisan ini.


6 Komentar
Terima kasih Bapak. Sangat menginspirasi.
BalasHapusSama-sama Mbak...
HapusInspirasi sekali bapak
BalasHapusTerima kasih
Hapusterima kasih guru
BalasHapusSama-sama Pak Kepsek..
Hapus